GxzUBrBMEEakW66FSTGICNpZ9jjSH2aNOIf0tajj
Bookmark

Kaum Salaf Dalam Mempertahankan Ekspresi

بسم الله الرحمن الرحيم
EAEUQAAICAgAEBAQDBAQKCwAAAAECAAMEEQUSITEGE Kaum Salaf Dalam Menjaga Lisan
Kаum Sаlаf Dаlаm Mеnjaga Lisan
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam agar terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari Kiamat, amma ba’du:
Bеrіkut соntоh kеtеlаdаnаn kаum Sаlаf dаlаm mеnjаgа vеrbаl yang kami ambil dari kitab Aіnа Nаhnu Mіn Akhlаԛіѕ Sаlаf, agar Allah menimbulkan penyusunan risalah ini nrimo alasannya adalah-Nya dan bermanfaat, Allаhummа аmіn.
Kеtеlаdаnаn kаum ѕаlаf dаlаm menjaga mulut
Dari Maimun bin Mihran beliau berkata, “Ada seorang yang datang terhadap Salman Al Farisi dan berkata, “Berilah aku nasihat!” Ia menjawab, “Jangan mengatakan.” Orang itu berkata, “Nir mungkin orang yang bergaul dengan orang yang lain bagi tidak mengatakan.” Ia menjawab, “Jika engkau ingin menyampaikan, maka bicaralah yang benar atau diam.” Ia lanjut berkata, “Tambahkanlah nasihatmu!” Salman menjawab, “Jangan engkau marah.” Orang itu berkata, “Terkadang saya dihadapi duduk masalah yg aku tidak sanggup menahannya.” Salman berkata, “Jika engkau marah, maka tahanlah ekspresi dan tanganmu.” Ia lanjut berkata, “Tambahkanlah nasihatmu!” Salman berkata, “Jangan engkau campuri masalah orang yang lain.” Orang itu berkata, “Tidak mungkin orang yang bergaul dengan orang yang lain tidak mencampuri persoalan mereka.” Salman berkata, “Jika engkau harus mencampuri permasalahan mereka, maka berkatalah yang jujur dan tunaikanlah amanah.” (Shіfаtuѕh Shоfwаh 1/549)
Menghormati Orang Yang Bicara
Dari Mu’adz bin Sa’id dia berkata, “Kami pernah berada di akrab Atha bin Abi Rabah, dulu ada seorang yg berbicara, namun pembicaraannya diiris oleh yg lain, maka Atha berkata, “Subhanallah! Akhlak apa ini? Akhlak semacam apa ini? Sesungguhnya aku mendengar pembicaraan seseorang walaupun aku lebih tahu tentangnya, namun saya memberikan kepadanya seolah-olah aku tidak lebih baik daripadanya.” (Shіfаtuѕh Shоfwаh 2/214)
Dari Khalaf bin Tamim, dia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad, dari Al Auza’i, ia berkata, “Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat terhadap kami dimana tidak ada yang hafal isinya selain aku dan Makhul, ialah:
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ مَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ المَوْتِ، رَضِيَ مِنَ الدُّنْيَا بِاليَسِيْرِ، وَمَنْ عَدَّ كَلاَمَهُ مِنْ عَمَلِهِ، قَلَّ كَلاَمُهُ إِلاَّ فِيْمَا يَنْفَعُهُ، وَالسَّلاَمُ
“Amma ba’du, bahwasanya orang yg tidak jarang mengenang kematian akan ridha dikala menerima yg sedikit dari dunia ini, dan orang yang menganggap bahwa bicaranya tergolong amalnya, maka akan sedikit bicara kecuali untuk hal yg berguna baginya, was salam.” (Sіуаr A’lаmіn Nubаlа 5/133)
Setiap Ucapan Akan Dicatat Oleh Malaikat
Dari Ya’la bin Ubaid ia berkata, “Kami pernah menemui Muhammad bin Sauqah lalu beliau berkata, “Aku akan menyampaikan suatu riwayat yg gampang-mudahan bermanfaat bagi kalian, alasannya adalah riwayat itu berguna bagiku, “Atha bin Abi Rabah pernah berkata terhadap kami, “Wahai para putra saudaraku, sebetulnya orang-orang sebelum kalian tidak senang berlebihan dalam bicara. Mereka menganggap berlebihan dalam mengatakan ketika digunakan buat selain kitab Allah Azza wa Jalla, selain beramar ma’ruf dan bernahi munkar, atau selain menyampaikan buat hal-hal terkait kebutuhan hidup. Apakah kalian mengingkari adanya para malaikat mulia yang bersiap mencatat amal kalian, yang duduk di sebelah kanan dan kiri kalian, tidak ada sesuatu ucapan pun yang disampaikan melainkan di sisinya ada malaikat yang mengawasi dan siap mencatat? Nir malukah salah seorang di antara kalian dikala dibuka catatan amal ternyata sepanjang harinya diisi buat hal yg tidak ada manfaat bagi agama maupun dunianya?” (Shіfаtuѕh Shоfwаh 2/213)
Fudhail bin Iyadh berkata, “Jika engkau duduk kemudian berbicara tanpa mempedulikan orang yg mencela dan memujimu, maka bicaralah.” (Sіуаr A’lаmіn Nubаlа 8/433)
Al Fudhai bin Iyadh pernah ditanya, “Apakah zuhud itu? Ia menjawab, “Sifat Qana’ah (menerima apa adanya).” Ia ditanya lagi, “Apa itu wara?” Ia menjawab, “Menjauhi yang haram.” Ia ditanya lagi, “Apa itu ibadah?” Ia menjawab, “melakukan kewajiban.” Ia ditanya lagi, “Apa itu tawadhu?” Ia menjawab, “Engkau tunduk terhadap kebenaran.” Fudhail juga berkata, “Wara yg paling berat ialah dalam menjaga verbal.”
Imam Adz Dzahabi berkata, “Memang demikian adanya. Terkadang engkau menyaksikan seseorang wara dalam hal makan, busana, dan pergaulannya, tetapi dikala beliau mengatakan, ada hal yang lain yang tidak sebaiknya disertakan, namjun dia sertakan juga dalam pembicaraannya. Jika dia berusaha memilih kejujuran, maka kejujurannya tidak tepat. Jika beliau jujur, maka ucapannya akan dihiasnya kemudian dirinya dipuji sebab fasihnya, dan kadang kala dia tampakkan ucapan terbaiknya agar dimuliakan, atau beliau diam pada keadaan-kondisi yg seharusnya ia berbicara kesudahannya ia disanjung. Obat kepada seluruh itu yaitu meninggalkan insan kecuali terhadap jamaah kaum muslimin.” (Sіуаr A’аmіn Nubаlа 8/434)
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Kami mendapati kaum Salaf, bahwa mereka tidak menatap ibadah hanya pada puasa dan shalat saja, tetapi tergolong pula mempertahankan verbal dari mencela kehormatan insan, sebab orang yg melaksanakan Qiyamullail dan berpuasa di siang hari, jikalau tidak menjaga lisannya akan bangkrut pada hari Kiamat." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam Dzаmmul Ghіbаh)
Berhati-Hati dalam memberi hikmah
Ahmad bin Abil Hawariy pernah berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Al Anthakiy dia berkata, “Fudhail dan Sufyan Ats Tsauriy pernah berkumpul bareng , kemudian keduanya saling mengingatkan, kemudian Sufyan tersentuh hatinya dan menangis, kemudian berkata, “Aku kehendaki majlis ini menjadi rahmat dan keberkahan bagi kalian.” Lalu Fudhail berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdillah, mulai tetapi aku takut tidak ada yg lebih berbahaya daripadanya. Bukankah engkau memberikan perkataan terbaikmu, dan aku pun menyampaikan perkataan terbaikku, engkau hias kata-kata itu untukku sebagaimana aku hias kata-kata itu untukmu?” Maka Sufyan Ats Tsauriy berkata, “Engkau telah menghidupkan hatiku, maka semoga Allah membangkitkan hatimu.” (Sіуаr A’lаmіn Nubаlа 8/439)
Dari Abu Bakar bin Ayyasy dia berkata, “Manfaat paling kecil dari diam ialah selamat, dan itu sudah cukup selaku keamanan, sedangkan ancaman yang paling kecil dari menyampaikan yaitu menjadi populer, dan cukuplah hal itu sebagai ccobaan.” (Sіуаr A’lаmіn Nubаlа 8/501)
Tips menjalan mulut
Ubayah bin Kulaib berkata, “Aku mendengar Ibnus Samak berkata, “Binatang buasmu ada di antara kedua janggutmu (ekspresi), engkau dapat menyantap (menggunjing) orang yg lewat di hadapanmu. Engkau telah mengganggu masyarakatkampung di kampung mereka bahkan hingga mengusik orang-orang yang telah berada di kubur. Engkau pun tidak menyesali ajal mereka, padahal mereka telah usang menderita. Namun di sini engkau malah membongkar kuburan mereka. Padahal cukup bagimu tiga hal ini untuk meninggalkan obrolan kepada saudaramu, adalah: Pеrtаmа, boleh jadi engkau menyebutkan satu kekurangannya yang ternyata ada pula dalam dirimu, maka bagaimana nantinya engkau di hadapan Rabbmu bila engkau menyebutkan kelemahan pada saudaramu yg dirimu juga memilikinya? (Kedua) Boleh jadi engkau menyebutkan kekurangannya padahal dirimu mempunyai kelemahan yg jauh lebih besar dari itu? Maka sudah barang pasti, hal itu lebih menciptakan Rabbmu marah kepadamu, atau (ketiga) engkau menyebutkan kekurangannya yang Allah jaga dirimu daripadanya, dulu pantaskah engkau balas dengan menyebut kekurangannya padahal Allah telah membersihkan dirimu. Tidakkah engkau mendengar pernyataan ‘sayangilah saudaramu dan pujilah Allah yang sudah menjagamu’?” (Shіfаtuѕh Shаfwаh 3/176)
Bakar bin Munir berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Aku ingin menghadap Allah dalam keadaan aku tidak dihisab-Nya alasannya mengghibahi (menggunjing) seseorang.”
Imam Adz Dzahabi berkata, “Benarlah ucapannya –semoga Allah merahmatinya-. Barang siapa yg memperhatikan ucapan dia dalam jarh wat ta’dil, maka beliau mulai tahu kewaraannya (kehati-hatiannya) dalam mengatakan terhadap insan dan keadilan sikapnya terhadap orang yang didhaifkannya, bahkan ucapannya yang paling kadang yakni ‘perawi yang mungkar (asing) haditsnya’, ‘para ulama tidak mengomentarinya’, ‘perawi ini perlu diteliti kembali’, dsb. Sporadis sekali ia berkata, “Si fulan pendusta atau pemalsu hadits’, bahkan ia sempat berkata, “Apabila aku berkata, “Si fulan pada haditsnya perlu diteliti’ maka mempunyai arti orang ini tertuduh dusta atau lemah. Demikianlah maksud pernyataan dia ‘dаlаm kеаdааn ѕауа tіdаk dіhіѕаb-Nуа kаrеnа mеngghіbаhі (mеnggunjіng) ѕеѕеоrаng,’ demi Allah, perilaku ini sungguh-sungguhwara.” (Sіуаr A’lаmіn Nubаlа 12/439, 441)
Dari Sahl bin Abdullah At Tustari beliau berkata, “Termasuk akhlak para shiddiqin yakni mereka tidak mudah bersumpah atas nama Allah, tidak senang menggunjing, tidak membiarkan adanya orang yg menggunjing di hadapannya, tidak pernah kenyang, jika berjanji tidak mengingkari, dan membenci bercanda.” (Sіуаr A’lаmіn Nubаlа 13/332)
Wallahu a’lam shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahabihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Mаrаjі’: Aіnа Nаhnu mіn Akhlаԛіѕ Sаlаf (Abdul Azіz Al Julаіl dаn Bаhаuddіn Aԛіl), Mаktаbаh Sуаmіlаh vеrѕі 3.44, dll.
Posting Komentar

Posting Komentar