GxzUBrBMEEakW66FSTGICNpZ9jjSH2aNOIf0tajj
Bookmark

Aturan Seputar Hadiah

 بسم الله الرحمن الرحيم

 shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Hukum Seputar Hadiah


Hukum Sерutаr Hаdіаh

Sеgаlа рujі bаgі Allаh Rаbbul 'аlаmіn, ѕhаlаwаt dаn ѕаlаm ѕеmоgа dіlіmраhkаn kераdа Rаѕulullаh, kеluаrgаnуа, раrа ѕаhаbаtnуа, dаn оrаng-оrаng уg mеngіkutіnуа ѕаmраі hаrі аkhіr zаmаn, аmmа bа'du:

Bеrіkut реmbаhаѕаn аturаn ѕерutаr hаdіаh, ѕеmоgа Allаh mеnуеbаbkаn реnulіѕаn risalah ini tulus alasannya-Nya dan berguna, ааmіn.

Pengantar

Kita mengetahui bahwa Islam datang dengan menenteng syariat yang sarat dengan kebaikan dimana dengannya kekerabatan seseorang terhadap orang yang lain menjadi baik dan mereka mulai saling menyayangi. Termasuk di antaranya adalah syariat memberi hadiah dan menerimanya. Dengan memperlihatkan hadiah, maka kebencian dan kedengkian yg ada dalam hati menyingkir. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

تَهَادَوْا تَحَابَّوْا

“Salinglah kalian memberi hadiah, niscaya kalian mulai saling menyayangi.” (Hr. Abu Ya’la dari Abu Hurairah, dihasankan oleh Al Albani dalam Shаhіhul Jаmі no. 3004)

«يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ، لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا، وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ»

“Wahai wanita muslimah! Janganlah seorang tetangga menilai remeh memberikan hadiah kepada tetangganya meskipun hanya memberi kaki kambing (yang sedikit dagingnya).” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mendapatkan kado dan membalasnya.” (Hr. Bukhari)

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dikala kehadiran masakan, maka Beliau mengajukan pertanyaan, “Hadiahkah atau sedekah (zakat)?” Jika dikatakan ‘sedekah’ (zakat) maka Beliau bersabda terhadap para sahabatnya, “Makanlah kalian!” Dan Beliau tidak makan. Tetapi jikalau dibilang ‘kado’ maka Beliau menjulurkan tangannya  dan ikut makan bersama mereka. (Hr. Bukhari)

Jangan Tolak Hadiah

Nabi shallallahu alaihi wa sallam suka menerima hadiah meskipun kecil. Oleh akhirnya Beliau tidak pernah menolak kado meskipun ringan mirip minyak bacin. Beliau shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

«مَنْ عُرِضَ عَلَيْهِ رَيْحَانٌ فَلَا يَرُدُّهُ، فَإِنَّهُ خَفِيفُ الْمَحْمِلِ طَيِّبُ الرِّيحِ»

“Barang siapa yang disediakan parfum, maka jangan ditolak, alasannya ia ringan dibawa dan beraroma bacin.” (Hr. Muslim)

Beliau juga bersabda,

ثَلَاثٌ لَا تُرَدُّ: الوَسَائِدُ، وَالدُّهْنُ، وَاللَّبَنُ

“Ada tiga hadiah yg tidak ditolak, ialah: bantal, parfum, dan susu.” (Hr. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)

Demikian pula santunan ringan yg lain, hendaknya diterima dengan bahagia hati.

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

لَوْ دُعِيتُ إِلَى ذِرَاعٍ أَوْ كُرَاعٍ لَأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ ذِرَاعٌ أَوْ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ

“Kalau aku diundang untuk makan paha depan (kambing) atau kaki kambing tentu aku akan datangi. Dan bila aku dihadiahkan paha depan atau kaki kambing, pasti aku terima.” (Hr. Bukhari)

Hadits ini menawarkan, bahwa kado baik besar maupun kecil hendaknya diterima.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menyuruh untuk mendapatkan kado dan tidak menolaknya, Beliau bersabda,

أَجِيْبُوا الدَّاعِيَ، وَلَا تَرُدُّوا الْهَدِيَّةَ، وَلاَ تَضْرِبُوا الْمُسْلِمِيْنَ

“Penuhilah usul orang yg memanggil, jangan tolak hadiah, dan jangan pukul kaum muslimin.” (Hr. Bukhari dalam Al Adаbul Mufrаd, Ahmad, Abu Ya’la, dan Ibnu Abi Syaibah, dishahihkan oleh Al Albani)

Dan seandainya kami mesti menolak kado, maka hendaknya kalian sampaikan alasannya adalah biar tidak menyakiti hati pemberi hadiah. Dalam hadits Ash Sha’b bin  Jutsamah radhiyallahu anhu disebutkan, bahwa dia pernah menghadiahkan keledai liar kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Abwa atau Waddan, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menolaknya, dan saat Beliau melihat parasnya (bersedih), maka Beliau bersabda, “Ketahuilah, bahwa kami tidaklah menolak hadiahmu melainkan karena kami sedang ihram.”

Hadiah ada yang maksudnya untuk melembutkan hati seseorang menerima dakwah Islam dan ada pula bagi menyingkirkan kebencian dan permusuhan yg ada dalam hati. Ada kisah, bahwa Abu Hanifah pernah dicaci-maki oleh seseorang, maka beliau mengantarkan kado terhadap orang itu, kemudian orang yang membencinya itu berubah malah memuji Abu Hanifah.

Demikian pula para ulama sering memberi hadiah kepada para penuntut ilmu buat mendorong mereka giat menuntut ilmu. Ada kisah Imam Syafi’i yang mengunjungi Imam Malik dan menerima Al Muwaththa darinya, dahulu Imam Malik memujinya sebab pemahaman dan hafalannya, lalu Imam Malik memberinya hadiah yg banyak  saat Imam Syafii hendak pergi. Ketika itu Imam Syafii berkata, “Imam Malik adalah guru dan ustadzku, darinya kami belajar ilmu, dan tidak ada seorang yg lebih besar jasanya kepadaku ketimbang Imam Malik.”

Ibnul Mubarak rаhіmаhullаh juga tidak jarang memberikan hadiah kepada kawan-kawannya, kadang kala ia mengajak kawan-kawannya rihlah buat haji dan dia yang menanggung nafkah perjalanannya, bahkan menawarkan kado sesuai seruan keluarga mereka, dan dikala hingga di suatu kota, maka ia belikan untuk mereka buah tangan kota tersebut.

Hadiah kian besar nilai dan pahalanya jikalau ditujukan kepada pihak tertentu. Kepada orang bau tanah terang lebih besar pahalanya, sebab di dalamnya terdapat birrul walidain (berbakti kepada kedua orang bau tanah). Demikian  pula terhadap kerabat, alasannya di dalamnya terdapat menyambung tali silaturrahim, dan kepada istri agar semakin serasi korelasi rumah tangga.

Suatu dikala Maimunah istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerdekakan budaknya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ لِأَجْرِكِ

 “Sesungguhnya jikalau engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu (dari pihak ibu) tentu lebih besar pahalanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)  

Hadiah yang diberikan terhadap sesama muslim akan mempererat persaudaraan dan rasa saling mencintai.

Hadiah yang diberikan kepada orang yg memusuhi, mampu menyingkirkan rasa permusuhannya, dsb. Karena alasannya adalah-alasannya inilah hadiah disyariatkan.

Hadiah kepada kerabat dan tetangga

Kerabat terdekat lebih didahulukan ketimbang kerabat yg jauh, dan tetangga yg lebih dekat pintunya lebih didahulukan daripada tetangga yg jauh.

Imam Bukhari meriwayatkan hadits Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata, “Aku pernah mengajukan pertanyaan, “Wahai Rasulullah, aku punya beberapa tetangga, ke manakah di antara keduanya aku menunjukkan hadiah?” Beliau menjawab,

إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

“Kepada yang lebih bersahabat pintunya denganmu.”

Menerima kado dari perempuan seandainya kondusif dari fitnah

Imam Ahmad meriwayatkan dengan isnad hasan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, “Saudariku mengirimku menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bagi membawakan kado bagi Beliau, lalu Beliau mendapatkannya.”

Menerima kado dari Ahli Kitab dan kaum musyrik

Menerima kado dari Ahli Kitab dan kaum musyrik boleh jika di dalamnya tidak ada perilaku sogok kepada agama atau mengakui kebatilan mereka.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah diberi hadiah oleh raja Ailah berupa bigal (hewan yang lahir dari kuda dan keledai) berwarna putih dan kain burdah yg bergaris (sebagaimana dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Humaid As Sa’idiy)

Wanita Yahudi juga pernah menghadiahkan kambing beracun kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Beliau makan daripadanya (sebagaimana dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Anas)

Ukaidar dari Dumah juga pernah menunjukkan hadiah berupa pakaian terhadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam (sebagaimana dalam Shahih Bukhari secara mu’allaq dan dimaushulkan oleh Muslim dari hadits Anas radhiyallahu anhu).

Muqauqis juga pernah menghadiahkan Mariyah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Demikian pula boleh memberikan hadiah terhadap kaum musyrik. Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)

“Allаh tіdаk mеlаrаng kаmu buаt bеrbuаt bаіk dаn bеrlаku аdіl tеrhаdар оrаng-оrаng уg tіdаk mеmеrаngіmu аlаѕаnnуа аgаmа dаn tіdаk (рulа) mеnguѕіr kаmu dаrі nеgеrіmu. Sеѕungguhnуа Allаh mеnуukаі оrаng-оrаng уg bеrlаku аdіl--Sеѕungguhnуа Allаh сumа mеlаrаng kаmu mеngаkіbаtkаn ѕеlаku kаwаnmu оrаng-оrаng уаng mеmеrаngіmu аlаѕаnnуа аdаlаh аgаmа dаn mеnguѕіr kаmu dаrі nеgеrіmu, dаn mеnоlоng (оrаng lаіn) buаt mеnguѕіrmu. Bаrаng ѕіара mеngаkіbаtkаn mеrеkа ѕеlаku kаwаn, mаkа mеrеkа іtulаh оrаng-оrаng уаng zаlіm.” (Qs. Al Mumtahanah: 8-9)

Umar pernah menghadiahkan pakaian kepada saudaranya yang masih musyrik di Mekkah sebelum dia masuk Islam (Lihat Shahih Bukhari no. 2619)

Abu Dawud meriwayatkan dengan sanadnya dari Mujahid, bahwa pernah disembelih seekor kambing di tengah keluarga Abdullah bin Amr, ketika Abdullah datang beliau mengajukan pertanyaan, “Apakah kalian telah menghadiahkan terhadap tetangga kita yg yahudi? Apakah kalian sudah menghadiahkan terhadap tetangga kalian yang yahudi? Karena saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Jibril senantiasa mewasiatkanku untuk berbuat baik terhadap tetangga sehingga saya menerka bahwa dia akan menerima warisan.”

Namun jikalau hadiah yg diberikan kepada orang kafir dapat membuatnya semakin berpengaruh dan malah mengganggu kaum muslimin, maka dilarang diberikan.

Jangan mempesona kembali kado yg telah diberikan

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

العَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ

“Orang yg mempesona kembali hadiahnya seperti anjing yg muntah, lalau menelan kembali muntahnya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Jangan mengungkit-ungkit santunan

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak diperhatikan, tidak disucikan, dan bagi mereka azab yg pedih.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan kalimat ini tiga kali, maka Abu Dzar berkata, “Mereka rugi sekali wahai Rasulullah.”

Beliau menjawab,

«الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ»

“Yaitu orang yg melabuhkan kainnya (melewati mata kaki dengan angkuh), orang yang mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah dusta.” (Hr. Muslim)

Beberapa Keadaan Ketika Hadiah Hukumnya Menjadi Haram

Hadiah mampu berganti hukumnya, ialah menjadi haram saat mengirimkan kepada yang haram, seperti dalam hal berikut:

1. Hadiah yang berupa risywah (sogokan) semoga seseorang bungkam dari menyampaikan yang hak (benar) dan menyepakati kebatilan. Oleh kesudahannya, Nabi Sulaiman alaihis salam menolak kado yg diberikan Ratu Balqis alasannya adalah mampu membuatnya membisu dari memberikan kebenaran dan dari dakwah ilallah serta meninggalkan jihad fi sabilillah. Ia bahkan berkata,

أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ (36) ارْجِعْ إِلَيْهِمْ فَلَنَأْتِيَنَّهُمْ بِجُنُودٍ لَا قِبَلَ لَهُمْ بِهَا وَلَنُخْرِجَنَّهُمْ مِنْهَا أَذِلَّةً وَهُمْ صَاغِرُونَ

"Aраkаh (раtut) kаmu mеmbаntuku dеngаn hаrtа? Mаkа ара уаng dіbеrіkаn Allаh kераdаku lеbіh bаіk dіbаndіngkаn dеngаn ара уаng dіbеrіkаn-Nуа kераdаmu; nаmun kаmu mеrаѕа bаnggа dеngаn hаdіаhmu.--Kеmbаlіlаh tеrhаdар mеrеkа ѕungguh kаmі mulаі mеngunjungі mеrеkа dеngаn bаlаtеntаrа уg mеrеkа tіdаk kuаѕа mеlаwаnnуа, dаn nіѕсауа kаmі mulаі mеnguѕіr mеrеkа dаrі nеgеrі іtu (Sаbа) dеngаn tеrhіnа dаn mеrеkа mеnjаdі (tаwаnаn-tаwаnаn) уg hіnа dіnа.” (Qs. An Naml: 36-37)

Termasuk juga penolakan yang dilakukan Raja Najasyi rahimahullah kepada kado dari kaum kafir Quraisy ketika mereka mengantardua orang duta mereka dengan membawa kado buat para pendeta yang berada di samping ia dan kado khusus buat beliau agar Beliau mengembalikan kaum muslimin yang berhijrah ke negerinya terhadap mereka.

2. Diharamkan pula kado jikalau ditujukan kepada para pegawai, adalah pegawai negara yang ditugaskan menunjukkan pelayanan kepada insan dan telah mendapatkan honor dari negara. Mereka tidak berhak menerima hadiah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُوْلٌ

“Hadiah untuk para pegawai ialah ghulul (khianat).” (Hr. Ahmad dan Baihaqi dari Abu Humaid As Sa’idiy, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shаhіhul Jаmі no. 7021 dan Irwа’ul Ghаlіl no. 2622)

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Bаrаngѕіара уаng bеrkhіаnаt, mаkа раdа hаrі kіаmаt іа mulаі dаtаng mеmbаwа ара уg dіkhіаnаtkаnnуа іtu.” (Qs. Ali Imran: 161)

Oleh alasannya adalah itu, ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengirimkan seseorang buat menghimpun zakat, dan telah maklum bahwa petugas zakat mempunyai bab dari zakat karena selaku ‘amilin, lalu ada di antara penduduk yg memberinya hadiah, dan dia pulang menghadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam seraya menyampaikan, bahwa ‘barang ini bagi kalian, sedangkan yang ini kado untukku’, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam murka besar dan menaiki mimbar kemudian berkhutbah dan bersabda,

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أَسْتَعْمِلُ الرَّجُلَ مِنْكُمْ عَلَى العَمَلِ مِمَّا وَلَّانِي اللَّهُ، فَيَأْتِي فَيَقُولُ: هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ أُهْدِيَتْ لِي، أَفَلاَ جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ حَتَّى تَأْتِيَهُ هَدِيَّتُهُ، وَاللَّهِ لاَ يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ، فَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ

Amma ba’du: bahwasanya saya mengangkat salah seorang di antara kalian untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan Allah kepadaku, namun sehabis pulang ia berkata, “Ini harta kalian, sedangkan yg ini kado untukku.” Mengapa dia tidak duduk di rumah bapak atau ibunya hingga ada kado yg datang kepadanya. Demi Allah, tidaklah ada di antara kalian yg mengambil sesuatu dengan tanpa haknya melainkan beliau mulai menghadap Allah dengan menenteng sesuatu itu pada hari Kiamat. Aku benar-benar mengetahui ada seseorang di antara kalian yang menghadap Allah dengan membawa unta yang bersuara, sapi yg bersuara, atau kambing yang bersuara.”

Kemudian Beliau mengangkat tangannya hingga tampakputih ketiaknya dan bersabda, “Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Jika seorang pegawai hendak mengetahui derma yang diberikan kepadanya apakah selaku hadiah atau sogokan, maka caranya gampang. Yaitu bila ia tidak berada pada jabatan itu atau di atas kursi itu, dan ternyata tidak ada yg memberinya hadiah, maka berarti pemberian pada ketika dirinya menjabat atau di atas dingklik itu ialah sogok. Adapun bila hadiah itu dari saudaranya yang sebelumnya umummemberi kado, baik sebelum dia menjabat amanah itu atau pun setelahnya, maka dalam hal ini tidak mengapa mendapatkannya.

3. Hadiah di pengadilan, adalah dilarang bagi hakim menerima hadiah dari seseorang kecuali dari orang yg sebelum beliau menjabat sebagai hakim umummemberi kado dengan syarat saat ia memberi kado beliau tidak memiliki problem di segi hakim.

Imam Nawawi rаhіmаhullаh berkata, “Jika orang yg diberi kado bukan orang yang umum diberi kado sebelum ia menjabat, maka haram baginya mendapatkan kado. Jika pemberi kado tidak mempunyai permasalan di segi hakim, maka boleh mendapatkannya. Tetapi bila punya persoalan di sisi hakim, maka dilarang bagi hakim menerima kado itu walaupun sebelumnya si pemberi hadiah umummemberi hadiah sebelum si hakim menjabat sebagai hakim. keduanya yakni syarat.”

Suatu ketika datang seseorang terhadap Umar bin Abdul Aziz dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau tidak mendapatkan kado, padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendapatkannya?” Umar menjawab, “Dulu di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pemberian itu memang hadiah, namun sekarang yakni risywah (sogok). Dahulu mereka memberikan kado kepada Beliau sebab kenabiannya, tetapi kami, apa alasan kalian memberi kado kepada kami?”

Dan pihak penguasa berhak meminta ditarik kado yang diberikan kepada para pegawainya dan mengembalikannya ke Baitul Mal.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rаhіmаhullаh berkata, “Hadiah yang diterima oleh para pejabat dan lainnya dari harta kaum muslimin dengan tanpa hak, maka pihak yang berkuasa (pemerintah) yang adil berhak menariknya dari mereka seperti kado yang diambilnya karena alasannya pekerjaannya.”

Hadiah (tips) yang diterima mereka itu atau yang kami berikan kepada karyawan negeri khususnya dalam bidang jasa atau pelayanan yang memang sebaiknya mereka lakukan seperti dikala mengorganisir banyak sekali surat atau berkas dan sebagainya merupakan risywah (sogok) dan haram meskipun dianggap hal biasa.

4. Dalam hal syafaat, adalah menjadi perantara dalam kebaikan atau dalam persoalan mubah dengan kedudukan yang dimilikinya juga tidak diperbolehkan mengambil hadiah terhadapnya, alasannya menjadi perantara terhadapnya yaitu zakat kepada kedudukan yg semestinya diberikan secara gratis. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ شَفَعَ لِأَخِيهِ بِشَفَاعَةٍ، فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً عَلَيْهَا فَقَبِلَهَا، فَقَدْ أَتَى بَابًا عَظِيمًا مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا»

“Barang siapa yg menawarkan syafaat terhadap saudaranya, dahulu ia diberi kado terhadapnya, maka bantu-membantu ia telah mendatangi sesuatu pintu besar di antara pintu-pintu riba.” (Hr. Ahmad dan Abu Dawud, dihasankan oleh Al Albani no. 3541)

 Ibnu Rajab rаhіmаhullаh berkata, “Hadiah bagi orang yang memberikan syafaat (menjadi perantara) di hadapan pemerintah dan semisalnya adalah dilarang mengambil upah terhadapnya. Sebagian Pakar Fiqih berkata, “Nir boleh mengambil upah sebab menghindarkan kezaliman  dari orang yang terzalimi, bahkan yg wajib yaitu dipenuhi hajatnya secara gratis.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rаhіmаhullаh juga pernah ditanya tentang mengambil upah atau hadiah alasannya adalah memenuhi kebutuhan orang yang lain, maka dia menjawab, “Saya berfatwa ‘dilarang’.”

Demikianlah yg dinukil dari kaum salaf dan para imamnya.

Ibnu Mas’ud pernah ditanya wacana suht (harta haram), dia menjawab, “Sesungguhnya suht yaitu ada seseorang meminta pemberian kepadamu sebab kezaliman yang menimpanya, lalu dia menawarkan hadiah kepadamu, maka jangan diterima.”

Suatu dikala Masruq rаhіmаhullаh menjadi mediator di hadapan Ibnu Ziyad terkait kezaliman yang menimpa seseorang, maka hak orang itu pun dikembalikan, kemudian orang itu menunjukkan hadiah terhadap Masruq rаhіmаhullаh berbentukbudak sebagai pembantu, maka Masruq menolaknya dan tidak mendapatkannya seraya berkata, “Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang menghindarkan kezaliman dari seorang muslim, dulu beliau diberi hadiah sebab hal itu baik sedikit atau banyak, maka bantuan itu yakni suht (harta haram).”

Demikianlah perbuatan yg semestinya dikerjakan sebab mencari keridhaan Allah tanpa ada maksud dibalas atau disyukuri oleh insan, seperti menolong orang yang terzalimi, menjadi perantara dalam kebaikan, maka janganlah menerima kado terhadapnya. Tetapi kalau kita lihat di zaman kini, manusia banyak yang mengatakan, “Saya siap menjadi mediator bagimu tetapi engkau harus berikan saya duit sekian,” padahal bila seseorang cuma memakai kedudukannya atau karena memiliki hubungan, maka zakatnya yakni dengan menggunakannya untuk membantu orang lain secara gratis. Kedudukan adalah karunia Allah yg sebaiknya digunakannya bagi hal yang mubah atau untuk menawarkan manfaat terhadap orang lain secara hanya-hanya.

Padahal bergotong-royong insan akan senantiasa menyebutkan kebaikan seorang pejabat kalau dia mau menolong mereka secara hanya-hanya.

Suatu ketika Abdullah bin Rawahah diutus Nabi shallallahu alaihi wa sallam menemui orang-orang Yahudi di Khaibar bagi mengkalkulasikan persentase yang mesti mereka keluarkan dari buah dan tanaman mereka, lalu dia hendak menyogok Ibnu Rawahah supaya meringankan persentase itu, maka Ibnu Rawahah berkata, “Demi Allah, aku datang kepada kalian dari seorang yang paling kucintai dan kalian ialah orang yang paling aku benci ketimbang kera dan babi. Akan namun kecintaanku terhadap Beliau dan kebencianku kepadamu tidak bisa membuatku berlaku tidak adil, maka mereka berkata, “Dengan hal inilah langit dan bumi tegak.”

6. Hadiah juga menjadi haram jikalau diberikan kepada para pejabat, menteri, dan pihak berwenang seperti hakim, polisi, dan sebagainya agar mereka memperlihatkan kepadamu yg bukan menjadi hakmu atau supaya mereka melaksanakan kecurangan. Ketika ini haram hukumnya menawarkan hadiah dan haram bagi mereka menerimanya. Ini disebut juga risywah atau sogok. Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu berkata,

«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي»

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat penyuap dan peserta suap.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)

Kebanyakan Pakar Ilmu berkata, “Ar Rasyi merupakan yg menawarkan suap, murtasyi merupakan yang mengambilnya (menerimanya), sedangkan Ar Raa’isy adalah mediator antara keduanya.”

Mereka juga berkata, “Risywah (sogok) ialah pinjaman buat menyalahkan kebenaran atau membenarkan kebatilan. Adapun perlindungan dengan maksud supaya seseorang memperoleh haknya atau untuk menghindarkan kezaliman dari dirinya, maka tidak mengapa.”

Faedah/Catatan:

Para ulama juga tidak menerima kado alasannya berfatwa.

Hadiah haram yang lain

Termasuk hadiah yg haram juga adalah kado dari si peminjam kepada pemberi dukungan. Oleh alasannya itu, tidak boleh bagi peminjam menghadiahkan sesuatu terhadap peminjam sebelum ia lunasi utangnya, sebab setiap pemberian yang menawan manfaat yakni riba, dan Nabi  shallallahu alaihi wa sallam melarang menerima kado dari peminjam sebelum utang dilunasi, alasannya adalah terkadang hal tersebut menciptakan penundaan tempo pembayaran sehingga hadiah itu seakan-mulai selaku bayaran (denda) alasannya penundaan.

Dan hendaknya seseorang menjaga diri dari mengambil hadiah dikala diminta mempertahankan amanah agar ia mendapatkan pahala dari sisi Allah Azza wa Jalla.

Demikian pula hendaknya diperhatikan, bahwa jangan sampai kita menawarkan kado yg haram seperti cincin emas untuk laki-laki, jam emas, dan medali emas bagi laki-laki. Juga dilarang menghadiahkan baju sutera untuk laki-laki, kado untuk safar ke negeri kafir dan daerah maksiat, dsb. Demikian pula diharamkan kado yang berbentukalat musik, khamar, patung, dan foto-foto yg diharamkan.

Termasuk kado yang diharamkan merupakan hadiah yang diberikan pada hari raya orang-orang kafir, mirip saat mereka memperingatkan natal atau pada saat hari valentin.

Catatan:

Dalam memberi hadiah hendaknya diamati, apakah mampu memperbaiki atau malah membuka kerusakan, atau hadiah itu murni menenteng kebaikan. Jika malah membuka kerusakan mirip hadiah atau santunan terhadap seorang anak dengan meninggalkan anak-anaknya lainnya atau tidak adil maka tidak diperbolehkan.

عَنِ اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ أَبَاهُ أَتَى بِهِ رَسُولَ اَللَّهِ r فَقَالَ : إِنِّي نَحَلْتُ اِبْنِي هَذَا غُلَامًا كَانَ لِي، فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r " أَكُلُّ وَلَدِكَ نَحَلْتَهُ مِثْلَ هَذَا" ?. فَقَالَ : لَا . فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r " فَارْجِعْهُ" وَفِي لَفْظٍ : فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى اَلنَّبِيِّ r لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي. فَقَالَ : " أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ"?. قَالَ : لَا. قَالَ: " اِتَّقُوا اَللَّهَ , وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ " فَرَجَعَ أَبِي, فَرَدَّ تِلْكَ اَلصَّدَقَةَ  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ قَالَ : فَأَشْهِدْ عَلَى هَذَا غَيْرِي" ثُمَّ قَالَ : " أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا لَكَ فِي اَلْبِرِّ سَوَاءً"? قَالَ : بَلَى . قَالَ : " فَلَا إِذًا

Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu 'anhu, bahwa bapaknya pernah membawanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata, “Sesungguhnya saya memamerkan kepada anakku ini seorang budak milikku, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apakah segala anakmu kamu berikan seperti ini?” Ia menjawab, “Tidak”, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Kembalikan.” Dalam sebuah lafaz disebutkan, “Bapakku pergi menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memnta persaksian kepada pemberiannya, maka Beliau bersabda, “Apakah kamu lakukan hal yg serupa kepada anakmu lainnya?” Ia menjawab, “Tidak” maka Beliau bersabda, “Bertakwalah terhadap Allah dan berbuat adillah terhadap anakmu”, bapaknya pun mempesona kembali pemberiannya.” (Muttafaq 'alaih, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan “Mintalah jadi saksi terhadap selainku,” dahulu Beliau bersabda, “Sukakah kau jikalau anak-anakmu berbakti seluruh kepadamu?” Ia menjawab, “Ya” maka Beliau bersabda, “Kalau begitu jangan berikan.”)

Hukum mendapatkan uang kiat

Seorang karyawan/pekerja yg telah mendapatkan gaji dari perusahaan tidak boleh meminta tips terhadap pelanggan atau konsumen. Dan jika konsumen mendapatkan tips tanpa memintanya, maka ia mesti memberikan terhadap pihak atasan. Jika atasannya membolehkan, maka boleh diambilnya dan halal. Dalam hadits disebutkan,

عَنْ عَدِيِّ بْنِ عَمِيرَةَ الْكِنْدِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ، فَكَتَمَنَا مِخْيَطًا، فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» ، قَالَ: فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ أَسْوَدُ مِنَ الْأَنْصَارِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، اقْبَلْ عَنِّي عَمَلَكَ، قَالَ: «وَمَا لَكَ؟» قَالَ: سَمِعْتُكَ تَقُولُ: كَذَا وَكَذَا، قَالَ: «وَأَنَا أَقُولُهُ الْآنَ، مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ، فَلْيَجِئْ بِقَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ، فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ أَخَذَ، وَمَا نُهِيَ عَنْهُ انْتَهَى»

Dari Addi bin Amirah Al Kindiy beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang kami angkat sebagai pegawai kepada suatu pekerjaan, kemudian ia menyembunyikan terhadap kami barang suatu jarum atau di atasnya, maka merupakan bentuk pengkhianatan yg mau dia bawa pada hari Kiamat, kemudian ada seorang Anshar berkulit hitam yang sepertinya saya melihatnya berkata, “Wahai Rasulullah, ambillah lagi peran yg engkau berikan kepadaku.” Beliau pun bertanya, “Ada apa denganmu?” Ia menjawab, “Tadi saya mendengar engkau bersabda begini dan begitu.” Beliau bersabda, “Aku memang bersabda demikian. Sekarang siapa pun yg kami angkat sebagai pegawai kepada sebuah peran, maka bawalah segala jadinya sedikit atau banyak. Jika ia diberi daripadanya, maka silahkan ambil, dan jikalau dihentikan, maka jangan ambi.” (Hr. Muslim dan Abu Dawud)

Ibnu Baththal berkata, “Hadiah karyawan harus diserahkan terhadap Baitul Mal, dan pegawai tidak berhak sedikit pun daripadanya kecuali jika mereka meminta izin terhadap imam sebagaimana dalam kisah Mu’adz, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengaggap baik hadiahnya.”   

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Mаrаjі: httрѕ://аlmunаjjіd.соm/ѕреесhеѕ/lеѕѕоnѕ/574  , httрѕ://аr.іѕlаmwау.nеt/аrtісlе/70783/%D8%A7%D9%84%D9%87%D8%AF%D9%8A%D8%A9-%D9%88%D8%A3%D8%AD%D9%83%D8%A7%D9%85%D9%87%D8%A7 , Fіԛhul Mu’аmаlаt bаіnаl Mu’mіnіn wаl Mu’mіnаt (Syaikh Mushthafa Al Adawi), Mаktаbаh Sуаmіlаh, dll. 
Posting Komentar

Posting Komentar