GxzUBrBMEEakW66FSTGICNpZ9jjSH2aNOIf0tajj
Bookmark

Mengenal Sa’Id Bin Harits

بسم الله الرحمن الرحيم
wCEAAkGBxMSEhUSEhIWFhUXFxgYGBgYGBkeHxoeGhkbGCAdGhgbHSggGBolHxgYIjEiJSkrLi Mengenal Sa’id bin Harits
Mengenal Sa’id bin Harits,
Ksatria Islam Yang Ahli Ibadah
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam agar dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari akhir zaman, amma ba'du:
Berikut dongeng menakjubkan dari ksatria Islam yang Pakar Ibadah Sa’id bin Harits sebagaimana yg dikisahkan oleh Abul Walid Hisyam bin Yahya Al Kanani, semoga Allah menimbulkan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan berguna, Allаhummа ааmіn.
Sa’id bin Harits Ksatria Islam Yang Ahli Ibadah
Ibnu Nuhhas (w. 814 H) menukil dari kitab Al Jіhаd karya Abul Hasan As Sulamiy dengan isnadnya yg hingga kepada Rafi bin Abdullah, beliau berkata, “Hisyam bin Yahya Al Kanani pernah berkata kepadaku,
“Aku mulai sampaikan kepadamu suatu cerita yang saya lihat dengan mata kepalaku dan aku saksikan eksklusif. Semoga Allah memamerkan manfaat kepadamu sebagaimana Dia memberikan faedah kepadaku dengannya.”
Aku (Rafi) berkata, “Sampaikanlah wahai Abul Walid!”
Ia pun memberikan kisahnya berikut,
“Kami berperang melawan Romawi pada tahun 38 H (dalam suatu riwayat 88 H) di bawah komando Maslamah bin Abdul Malik dan Abdullah (ada yang menyebutkan Al Abbas) bin Al Walid bin Abdul Malik, ialah perang yg dikala itu Allah memperlihatkan kemanangan kepada kami menaklukkan kota Thuwanah (salah satu kota di Romawi). kami ialah rombongan dari penduduk Basrah dan Al Jazirah. Ketika itu kami bergantian dalam menunjukkan pelayanan, berjaga, dan menyiapkan masakan. Saat itu ada seorang bareng kami yg bernama Sa’id bin Harits seorang yg rajin ibadah, di siang hari berpuasa dan di malam hari melaksanakan qiyamullail. Kami ingin meringankan gilirannya sebab lamanya shalat di malam hari dan banyak berpuasa di siang hari. Saat itu, beliau tetap melaksanakan seluruh tugasnya dan saya tidak melihatnya di malam dan siang hari melainkan dalam keadaan sungguh-sungguh beribadah. Suatu malam, aku dan beliau menerima giliran berjaga-jaga, kami juga telah berhasil mengepung salah satu benteng Romawi namun kami merasa kesusahan. Di malam itu kulihat Sa’id berpengaruh sekali beribadah yang membuatku menganggap diriku hina. Memang hal itu ialah karunia Allah yang diberikan-Nya terhadap siapa yang dikehendaki.
Ketika datang pagi hari dan dia belum sempat tidur, aku pun berkata kepadanya, “Istirahatkan dirimu, alasannya dirimu punya hak, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Cukuрkаnlаh dіrіmu dеngаn аmаl уаng bіѕа kаlіаn kеrjаkаn!”
Ia pun berkata kepadaku, “Wahai saudaraku, sebetulnya diriku hanyalah sisa-sisa nafas dan umur yg mulai habis dan hari-hari yg mulai berlalu, sedangkan aku seorang yang menanti kematian di ketika kapan saja.”
Maka aku pun menangis mendengar jawabannya, aku juga berdoa kepada Allah buat diriku dan dirinya agar kami diberi pertolongan dan ketabahan, kemudian saya berkata, “Tidurlah sejenak agar dirimu mampu beristirahat, sebab engkau tidak tahu apa yang dijalankan musuh.”
Ia pun tidur di bawah kemahnya dan kawan-mitra kami berpencar di wilayah lawan, sedangkan aku tetap berada di tempatku sambil berjaga-jaga dan mempersiapkan masakan. Saat aku sedang melaksanakan demikian, datang-datang aku mendengar kalimat dari dalam kemah, aku merasa asing dengan bunyi itu padahal di sana hanya ada Sa’id yg sedang tidur, aku mengira ada orang lain yg tiba kepadanya namun aku tidak melhatnya. Aku pun mendatangi kemah itu dan tidak menyaksikan seorang pun, sedangkan Sa’id dalam keadaan tidur hanyasaja dia menyampaikan ketika tidur dan tertawa, aku mendengarnya dan hafal kata-katanya, kemudian dia menjulurkan tangannya dalam keadaan tidur seakan-mulai dia mengambil sesuatu, kemudian beliau menawan tangannya dengan lembut sambil berkata, “Bаgаіmаnа jіkаlаu ѕеhаrі ѕаjа?”
Kemudian dia pun bangkit dalam keadaan terkejut , dahulu aku dekap agar dia hening. Ia kemudian mengucapkan tahlil (Laailaahaillallah), takbir, dan memuji Allah.”
Aku pun berkata kepadanya, “Ada apa denganmu? Aku melihat darimu masalah yang ajaib, mencoba sampaikan kepadaku mimpimu!”
Ia berkata, “Maafkan aku kepada hal itu!”
Lalu aku menyampaikan kepadanya hak persahabatan sambil berkata, “Semoga Allah memberikan manfaat dengan apa yang engkau sampaikan.”
Lalu dia pun menceritakan mimpinya itu, beliau berkata,
“Ada dua orang yg datang kepadaku yang belum pernah kulihat orang yg semisal keduanya.”
Dua malaikat itu berkata, “Bergembiralah wahai Sa’id, bekerjsama dosamu diampuni, usahamu disyukuri, amalmu diterima, doamu dikabulkan, dan kabar gembira disegerakan bagimu dalam hidupmu, maka ikutlah bareng kami supaya engkau melihat kenikmatan yg Allah siapkan untukmu.”
Sa’id berkata, “Kami pun mendatangi bidadari, istana, para pramusaji , sungai-sungai, pepohonan, dan belum dewasa akil balig cukup akal, lalu mereka mengajakku memasuki istana dan rumah-rumah sampai tibalah saya di sebuah rumah yg terdapat kasur yang di atasnya ada bidadari seolah-olah mutiara yg tersimpan rapi.
Bidadari itu berkata, “Sudah lami kami menunggu kedatanganmu.”
Aku berkata, “Di mana bahwasanya diriku?”
Ia menjawab, “Engkau berada di nirwana Al Ma’wa.”
Aku berkata lagi, “Siapa engkau?”
Ia menjawab, “Aku adalah istrimu yg infinit awet,”
Lalu saya julurkan tanganku kepadanya, tetapi dia mengembalikan tanganku dengan lembut sambil berkata, “Untuk kini tidak, karena engkau mulai kembali ke dunia.”
Aku pun berkata, “Aku tidak inginbalik ke dunia.”
Bidadari itu berkata, “Kamu harus melakukannya dan kau mulai tinggal di sana tiga hari lagi, lalu kamu akan berbuka di segi kami insya Allah.”
Aku berkata, “Bagaimana jika sehari saja di dunia.”
Bidadari itu berkata, “Itu yaitu ketetapan yg sudah berlaku,” kemudian ia bangkit dari kawasan duduknya, maka aku pun terbangun.
Aku meminta kepadamu dengan nama Allah biar engkau tidak menceritakan kisah ini dan tutupilah selama aku masih hidup.”
Aku (Hisyam) pun berkata, “Bergembiralah! Sesungguhnya Allah sudah menyelisik pahala amalmu.”
Kemudian Sa’id bangkit, bersuci, dan mandi serta mengenakan wewangian kemudian memikul senjatanya dan turun ke medan perang dalam kondisi berpuasa dan selalu berperang sampai malam hari. Ketika kawan-kawannya kembali, sedangkan beliau berada di tengah-tengah mereka, maka kawan-kawannya berkata, “Wahai Abul Walid! Kami menyaksikan dari orang ini perkara yang mengagumkan. Dia berusaha menjangkau syahid dan menjatuhkan dirinya di bawah panah dan tombak namun seluruh serangan itu tidak mengenainya.”
Aku (Hisyam) berkata dalam hati, “Kalau kalian tahu perihal orang ini pasti kalian mulai tertawa sedikit dan banyak menangis.”
Maka Sa’id pun berbuka dan makan cuma sedikit dan menginap dalam keadaan tidak makan lagi. Ketika tiba pagi harinya dia melakukan hal yang sama mirip kemarin dan di sore harinya kawan-kawannya tiba bersamanya sambil menyampaikan seperti yang dikatakan kemarin.
Pada hari ketiga, aku pun berangkat. Dalam hati aku berkata, “Aku mesti melihat keadaannya dan menyaksikan apa yang terjadi. Ketika itu beliau selalu berperang dan menimpakan banyak kerugian terhadap lawan dan membuat mereka mundur sedangkan dia selalu mencari kesyahidan dan kematian. Aku selalu melihatnya dengan mata kepalaku dan aku tidak mampu mendekatinya sampai saat matahari nyaris terbenam keadaannya kian semangat, datang-datang salah seorang musuhnya dari atas benteng memanahnya dan mengenai lehernya sehingga beliau pung pribadi tersungkur jatuh. Aku pun mendatanginya dan memanggil manusia, kemudian mereka membawanya. Ketika itu beliau masih sekarat, lalu aku berkata kepadanya, “Selamat untukmu, engkau mulai berbuka malam ini. Wahai kiranya aku bersamamu sehingga aku memperoleh keberuntungan yg besar.”
Lalu beliau menggerakkan tangan kirinya dan berisyarat dengan matanya sambil berkata, “Tutupilah rahasiaku dan tempat berjumpa nanti merupakan surga.” Lalu dia berkata,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ
“Sеgаlа рujі bаgі Allаh уg tеlаh mеmеnuhі kоmіtmеn-Nуа tеrhаdар Kаmі.”
Ruh nуа рun kеmbаlі kераdа Allаh Azzа wа Jаllа.
Hіѕуаm bеrkаtа, “Aku рun mеmаnggіl іnѕаn dеngаn bunуі kеrаѕ sambil berkata, “Wahai hamba-hamba Allah! Untuk inilah hendaknya insan bederma. Dengarkanlah apa yang mulai saya sampaikan tentang saudaramu ini!” Lalu manusia mendatangiku, kemudian aku ceritakan kepada mereka apa adanya. Ketika itu aku belum pernah melihat tangisan insan sebanyak itu, dulu mereka bertakbir hingga bergemuruh bunyi pasukan dan orang-orang saling menceritakan sesuatu sama lain, kemudian mereka bareng –sama hendak menyalatkannya dan info pun hingga terhadap Maslamah bin Abdul Malik, dia pun datang sedangkan kami telah menaruhnya untuk menyalatkannya. Saat Maslamah hadir, kami berkata, “Jika komandan bersiap memimpin untuk menyalatkannya silahkan!” Maslamah berkata, “Biarlah yang memimpin kawannya yang mengetahui ihwal dirinya.” Hisyam berkata, “Maka aku menyalatkannya dulu kami menguburkannya di daerah itu dan kami hilangkan jejak kuburnya.” Ketika itu manusia membicarakan hal itu dan saling memotivasi sesuatu sama yang lain. Di pagi harinya, mereka eksklusif mengunjungi benteng itu dengan semangat yang baru dan hati yang rindu menghadap Allah Azza wa Jalla. Ketika waktu dhuha, Allah pun memberikan kemenangan terhadap mereka.”
(Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Nuhhas dalam Mаѕуаrі’ul Aѕуwаԛ Ilаа Mаѕhааrі’іl Uѕууаԛ yang dinukilnya dari kitab Abul Hasan As Sulamiy tentang keutamaan Jihad).
Catatan:
Dari situs Islamweb dijelaskan, bahwa kami tidak mengenali para perawi isnad As Sulamiy, sedangkan Abul Hasan As Sulami yaitu Ali bin Khadhir bin Sulaiman As Sulamiy yg diketahui dengan Ash Shufi, wafat pada bulan Jumadil Akhir tahun 455 H.
As Sulami yakni seorang yg gugur riwayatnya, Abdul Aziz Al Kattani dalam kitab Dzаіl Tаrіkh Mаulіdіl Ulаmа wа Wаfауааtіhіm berkata tentangnya, “Iа mеnulіѕ bаnуаk buku, tеtарі bukаn bіdаngnуа dаlаm hаl іnі, dаn mеnсаmрur bаnуаk rіwауаt, bеlіаu mеrіwауаtkаn ѕесаrа ѕаmа’ (mеndеngаr) tаnра аdа іjаzаh, аgаr Allаh mеmааfkаn kаmі dаn bеlіаu.
Adapun Sa’id bin Harits, maka kami tidak mengenalinya. Dan dari riwayat tersebut mampu kita pahami, bahwa dia yakni seorang tentara dan mujahid yang datang dalam perang melawan Romawi di kota Thuwanah, dan wafat pada tahun 88 H, dimana pada tahun itulah terjadi perang itu berbeda dengan yg disebutkan oleh Ibnun Nuhaas bahwa kejadian itu terjadi pada tahun 38 H. Sepertinya kekeliruan  ini berasal dari As Sulami dan kami belum mendapatkan kitabnya.
Ibnu Qutaibah dalam Al Mа’сеndеkіа berkata, “Pada tahun 88 H terjadi penaklukan kota Thuwanah salah sesuatu wilayah Romawi, ditaklukkan oleh Maslamah kerabat Al Walid bin Abdul Malik.”
Sedangkan yg bareng Maslamah bin Abdul Malik dalam memimpin pasukan adalah putra saudaranya yakni Al Abbas bin Al Walid bin Abdul Malik, bukan Abdullah mirip yg disebutkan dalam riwayat As Sulami. Inilah yang disepakati para Ahli Sejarah seperti Khalifah bin Khayyath, Ibnu Jarir Ath Thabari, Ibnu Asakir, Ibnul Jauzi, Ibnu Katsir, dan yang lain-lain.
Dengan demikian, beberapa kekeliruan ini (tahun terjadi dan yg mendampingi Maslamah dalam menaklukkan Thuwanah) terjadi dari As Sulami. Hal inni memperkuat apa yang dinyatakan Al Kattani rаhіmаhullаh.
Kesimpulannya, kisah ini walaupun tidak diriwayatkan dengan isnad yg shahih hanyasaja tidak mengapa disebutkan sebagai pelajaran, dan para ulama mengendorkan yg semacam ini yang bukan merupakan hadits nabawi dan tidak terkait iman maupun hukum. Di samping dalam dongeng tersebut tdak ada hal yang berlawanan dengan syara, nalar, maupun etika, bahkan itu merupakan mimpi yang benar yg Allah Azza wa Jalla tampakkan terhadap siapa yang diinginkan dari hamba-hamba-Nya yang saleh dan kemudian menjadi realita. Sebenarnya, dongeng ini juga dialami oleh yg lain selain Sa’id bin Harits rаhіmаhullаh.
Dalam Shahih Bukhari no. 6990 dan yg lain disebutkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَمْ يَبْقَ مِنَ النُّبُوَّةِ إِلَّا المُبَشِّرَاتُ
“Tidak tersisa dari kenabian selain kabar-kabar besar hati.”
Para sahabat mengajukan pertanyaan, “Apa kabar-kabar gembira?”
Beliau bersabda,
الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ
“Mіmрі уg bаіk.”
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Posting Komentar

Posting Komentar